Festival Musikal Indonesia (FMI) 2025 diselenggarakan dengan penuh kemeriahan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dari tanggal 14 hingga 16 November 2025. Dikenal dengan tema “Rumah Pikiran dan Hati” (RPH), festival ini menampilkan berbagai pertunjukan yang menarik perhatian generasi muda, terutama generasi Z.
Yobel Imanuel Putra, seorang mahasiswa berusia 20 tahun, mengungkapkan pendapatnya tentang RPH. Menurutnya, pertunjukan ini tidak hanya membuatnya terkesan dengan kualitasnya yang luar biasa, tetapi juga berhasil menghadirkan tema yang sangat relevan dengan pengalaman hidup anak muda saat ini.
Keberhasilan RPH menarik perhatian generasi Z terletak pada kemampuannya untuk mencerminkan isu-isu sosial yang dekat dengan kehidupan sehari-hari mereka. Di tengah lingkungan yang sering kali meremehkan, pertunjukan ini memberikan suara bagi mereka yang merasa tidak diperhatikan.
Pertunjukan yang Mampu Menggugah Perasaan Generasi Muda
Yobel menyatakan bahwa audiens seusianya dapat merasakan koneksi emosional dengan karakter-karakter yang diperankan. Ia percaya pertunjukan ini menyampaikan perasaan yang sering kali dialami oleh anak muda, di mana mereka merasa diabaikan oleh masyarakat sekitar.
“Sangat mudah bagi generasi kami untuk berhubungan dengan apa yang sedang dihadapi oleh karakter di panggung,” jelas Yobel. Keterhubungan ini merupakan hal yang sengaja dirancang oleh pihak produksi agar lebih relevan dengan pengalaman audiens muda.
Sutradara RPH, Fadli Hafizan, menjelaskan bahwa salah satu fokus utama produksi ini adalah menjangkau audiens berusia 20-an. Dengan menampilkan karakter yang berumur 23, 25, dan 29 tahun, Fadli berupaya menciptakan kedalaman dalam narasi cerita.
Menggugah Emosi Melalui Tema Kebebasan
Dalam pandangan Yobel, tema sentral yang paling mengesankan dalam RPH adalah konflik batin yang berkaitan dengan kebebasan. Penonton dibawa untuk merasakan dua sisi kehidupan, di satu sisi ada keinginan untuk mandiri, dan di sisi lain, ada tekanan dari keluarga dan lingkungan sekitar.
“Saya merasa tersentuh dan bahkan meneteskan air mata,” ungkap Yobel. Fakta bahwa banyak orang muda menghadapi dilema ini membuatnya semakin relevan dan menyentuh hati banyak orang yang menyaksikannya.
“Terkadang kita ingin bebas melakukan pilihan sendiri, namun tekanan dari orang-orang terdekat membuat kita bingung,” tambahnya. Konflik ini mewakili pengalaman banyak generasi muda yang mencari jati diri mereka sendiri.
Partisipasi Komunitas dalam RPH
Festival ini tidak hanya menjadi ajang pertunjukan, tetapi juga melibatkan berbagai komunitas kreatif. Dengan melibatkan seniman dan musisi lokal, RPH memberikan wadah bagi kreativitas yang mungkin belum mendapat perhatian lebih luas.
Pihak penyelenggara berupaya untuk memperluas jangkauan festival dengan menyertakan karya-karya dari berbagai latar belakang budaya. Hal ini diharapkan bisa memperkaya pengalaman audiens dan memberikan perspektif yang lebih luas mengenai seni dan budaya.
Selain itu, kolaborasi antara seniman muda dan yang lebih berpengalaman menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi festival ini. Hal ini menciptakan atmosfer yang antusias dan inovatif, sangat sesuai dengan semangat generasi muda saat ini.
Pentas yang Menciptakan Kesadaran Sosial
Salah satu tujuan RPH adalah untuk menciptakan kesadaran sosial di kalangan penonton. Dengan mengangkat isu-isu yang sedang marak, pertunjukan ini tidak hanya menghibur, tetapi juga mengedukasi audiens tentang tantangan yang dihadapi masyarakat.
Melalui dialog dan narasi yang kuat, RPH mendorong penonton untuk berpikir kritis tentang dunia yang mereka tinggali. Penonton diajak untuk memikirkan peran mereka dalam menciptakan perubahan di masyarakat.
Festival ini juga membuka ruang untuk diskusi seputar tema-tema penting yang sering terabaikan. Melalui sesi tanya jawab setelah pertunjukan, penonton diberi kesempatan untuk berbagi pandangan dan merespons isu-isu yang diangkat dalam cerita.
